Cari Blog Ini

Selasa, 07 Mei 2013

Ini Sahabat Bukan Kekasih

“sahabat adalah sosok yang selalu ada di saat suka maupun duka, saling mendukung dan care. akan bahagia jika kita bahagia dan akan menangis jika kita menangis, akan tetap mengalah meski sakit”
Pagi ini suasana dikelasku cukup gaduh, 2 jam pelajaran kosong. guru mata pelajaran hari ini tidak bisa datang karena ada keperluan, tetapi beliau meninggalkan tugas yang harus dikerjakan dan dikumpulkan. maya sekertaris kelasku harus segera menuliskan tugas tersebut di white board, agar cepat dikerjakan. Suasana kelas tambah tampak ricuh ramai gaduh, maya berusaha mengingatkan “teman-teman tolong di tulis ya terus dikerjakan, ini tugas dari pak andi dan tugas ini harus dikumpulkan”. salah seorang teman maya yang bernama fino menjawab “buat apa toh pak andi tidak ada. ech teman-teman tidak usah dikerjakan saja tugas itu, satu kelas tidak perlu ada yang mengumpulkan”. karena maya merasa mempunyai tanggung jawab untuk mengingatkan temannya, dia tetap terus berusaha membujuk teman-temannya agar mengerjakan tugas tersebut, tetapi fino tetap memprovokatori teman-temanya.
Faril ketua kelas ikut ambil suara karena dia merasa tidak dihormati sebagai ketua kelas “fin, ini tugas hargai donk maya yang nulis di white board ayo kita kerjakan bersama. kalau satu kelas tidak mengerjakan, kelas kita juga yang bakalan ternilai jelek di mata guru-guru”. fino menjawab “oke lah kalau itu maumu” sambil memasang wajah marah.
“teman-teman terima kasih ya sudah mau di ajak kerja sama”, kata faril. tidak lama kemudian maya menghampiri faril “emb.. faril, maksih ya sudah bantuin aku tadi” ucap maya sambil tersenyum. “ohh, iya sama-sama gak masalah maya… kita kan teman” jawab faril sambil membalas senyum manis maya.
Bel istirahat sudah berbunyi maya harus segera membawa buku tugas teman-temanya ke meja pak andi.
maya tergesa-gesa karena takut telat mengumpulkan buku teman-temannya, karena tergesa gesa buku yang sudah di tumpuk maya jatuh tepat di depan faril. Kata faril “hati hati maya tidak perlu tergesa gesa” sambil dia membantu maya. Maya dengan wajah yang cengar cengir menjawab “heeemb, iya ril habis aku takut telat mengumpulkan buku milik anak-anak”.
Hari-hari dan bulan-bulanpun berlalu berjalan faril dan maya tambah berteman dekat sampai teman temannya menyangka kalau mereka merajut kasih alias pacaran. Maya selalu mendukung setiap keputusan ketua kelas (faril) dan selalu ada di saat faril membutuhkan dia, curhat, belajar, dan semunya mereka lakukan bersama. Kerja sama yang cukup klop deh.
Suatu ketika faril mengungkapkan isi hatinya kepada maya yang telah dia rasakan semenjak dekat dan mengagumi sosok maya.
“maya.. aku minta maaf sebelumnya, aku harus katakan ini padamu, ini perasaan yang sudah lama aku pendam”. Maya menjawab “emb iya faril katakan saja enggak papa kok kita kan sudah bersahabat lama”.
Dengan wajah faril yang rada enggak enak dan takut kalau maya marah, dia memberanikan diri untuk mengatakan perasaannya kepada maya “maya, aku kagum akan sosokmu, aku senang berada di sampingmu kamu selalu mendukungku dalam keadaanku. Aku sudah merasakan ini sejak lama maya.. aku suka padamu aku ingin kamu jadi pacarku” tampang cemas.
Maya kaget dia hanya terpatung sambil memandang wajah faril yang gugup dan cemas.
Tanpa berlama–lama maya pun menjawab pertanyaan faril denggan bijak karena maya tak ingin faril kecewa padanya. “faril, apa yang kamu rasakan sebenarnya sama seperti apa yang aku rasakan. Tapi aku tak bisa kehilangan teman terbaik seperti kamu, belum tentu setelah kita pacaran kita bisa seperti ini, belum tentu juga jika kita sudah tidak berpacaran kita bisa sahabatan baik seperti ini. Aku juga mengagumimu faril, tapi aku juga tidak mau kehilangan teman baik seperti kamu” .
Faril tetap menerima apapun keputusan maya, karena faril yakin bahwa apa yang di pilih maya itu adalah yang terbaik untuk mereka.
Persahabatan mereka sudah berusia hampir 1 tahun, tetap berjalan seperti biasanya kekompakan dan kebersamaan saling mensuport tetap terjaga di antara mereka berdua.
Pada kenyataannya teman sahabat terbaik sampai kapanpun tidak akan pernah mengorbankan persahabatanya demi menjalin hubungan yang mungkin hanya sementara dan mungkin rasa itu hanya sekedar bertamu di hati masing–masing dari mereka.
Meskipun keputusan itu menyakiti salah satu pihak tetapi setidaknya itu adalah usaha seorang sahabat demi persahabatan mereka.
Sahabat akan tetap jadi sahabat, mungkin bukan pada tempatnya jika menempatkan hati kepada sahabat terbaik dan yang paling baik.

Antara Cinta Sahabat

Mungkin bagi teman-temanku pacaran sama Adit lebih baik dari pada mengharapkan cinta dari Angga yang notabene adalah cowok keren yang aku kenal ramah, baik dan sopan itu, dan lagi-lagi hanya khayalanku saja untuk bisa berpacaran dengannya.
“Sudahlah, lupain aja Mr. M mu itu, dia kan juga gak tau kamu suka sama dia” kata Siesie sambil membuang tas di atas mejaku dan membuyarkan lamunanku.
“Apaan sich Sie pagi-pagi udah bikin rusuh aja”.
“Kamu juga pagi-pagi gak mikirin pelajaran malah asyik-asyik ngelamun, ngelamunin si Mr. M mu itukan?” katanya nyindir. Mr. M adalah sebutanku kepada Angga. Ya, walaupun dia gak tahu kalau aku sering menyebutnya Mr. M ku
“Tau aja kamu Sie, Sie kamu tau gak dia itu ternyata belum punya pacar loh!” kataku seneng banget.
“Sok tau kamu, eh Sini aku kasih tau ya, dia itu baru jadian sama si Nanda” kata Siesie menasehati.
“Apa? Masak? Tapi kata Adit temen sekelasnya Angga, Angga masih jomblo kok” kataku membela.
“Sinta yang manis, kamu itu udah di boongin sama Adit. Kamu tau kan Adit pernah suka sama kamu?” kata Siesie ketus.
“Ahh masak sich sie? Trus aku harus percaya siapa dong?” kataku bingung.
“Percaya aja sama aku, aku bakal jadi detektif buat memata-matai si Angga, gimana?” Kata Siesie meyakinkan.
“Serius loe?” kataku kaget.
“Sejak kapan sin kamu ngomong loe gue kayak gitu?” kata siesie heran.
“Gak penting ah” kataku sambil nyengar-nyengir sendiri.
Ttttttttteeeeeeeeeeettttttttt. Bel sekolah berbunyi tanda pelajaran akan di mulai.
“Anak-anak siapkan buku pelajaran kalian”. Suara nyaring terdengar sampai keluar ruangan. Ya, guru killer yang suaranya paling nyaring satu sekolahan. Siapa lagi kalau bukan guru biologi.
“Bosen, aku lama-lama di kelas ini”. Kataku jengkel.
“Trus kamu mau ngapain? Kamu mau gak mau harus ikut pelajaran ini kan? gara-gara nilai biologimu yang setengah mepet” kata Siesie menyindir sambil cekikian sendiri.
“Iya sich, gimana kalau cerita aja tentang si Angga. Kamu kan lumayan deket tuh sama Angga ceritain dong pribadinya si Angga?” kataku penasaran.
“Oke oke di muali dari mana?”. Kata Siesie sebelum melanjutkan percakapan kita tiba-tiba “Sinta, Siesie. Apa yang sedang kalian bicarakan? Apa ibu kurang keras suaranya?” kata Guru Biologi.
“Saya tidak mau sekarang kalian keluar, ibu hukum kalian untuk lari lapangan 10 kali” kata Guru Biologi ketus.
“Iya bu, kami minta maaf” kataku dan Siesie bebarengan.
“Lari cepat” kata Guru Biologi.
Akupun dan Siesie menjalani hukuman itu sampai selesai. Setelah menjalani hukuman dari guru biologi itu aku dan Siesie pun langsung menuju kantin. “Bang bakso ma siomay 1 yah, jus jambu bijinya 2” kataku jelas.
“Huuh! Capeknya” kata Siesie
“Iya panas banggeettt!” kataku sambil mengibas-ngibaskan tanganku sebagai kipas.
Tiba-tiba cowok tinggi, putih, berdandan rapi datang menghampiri mejaku. Ya tak salah lagi, Angga cowok idaman yang selama ini aku bangga-banggakan.
“Boleh gabung di sini gak?” kata Angga mempesona.
“boleh kok” kataku terbata-bata. Rasanya dunia hanya ada aku sama si Angga doang. Tapi tiba-tiba aja mulutku tak dapat bergerak seperti di plester dan rasanya pengen banget jingkrak-jingkrak kayak orang gila yang lagi kesambet.
“Hey, biasa aja kali liatnya.” Kata Siesie ketus.
“Sssttt jangan keras-keras dong ntar dia tau lagi”. Kataku sedikit berbisik.
“Ada apa sich kok bisik-bisik gitu? Ada yang salah ya ama aku?”
“Eeeengagk kok biasa aja” kataku sambil nyengar-nyengir sendiri.
Setelah pesanannya tiba dan selesai makan, Anggapun beranjak pergi dari mejaku.
“Aku ke kelas duluan ya, thanks udah di ijinin gabung”
“Iyaa,” kataku dan Siesie kompak.
“Tu kan liat aja dia ngerespon aku Sie”
“Jangan kepedean gitu ahh, ntar akhirnya nyesel loh”
“Aku gak kepedean kok biasa aja”
“Keliatan tuh, merah-merah gitu?”
“Enggak”
“Iya kok”
“Nggaakk!” teriakku sambil berlari ke koridor menuju kelasku, di susul pula Siesie yang juga berlari di belakangku.
“Tu kan cuma gossip Angga pacaran sama Nanda. Apa kataku” kataku setelah mendengar bisik-bisik dari teman-teman sekelas. Ya, tentang gossip bahwa Angga pacaran sama Nanda pun di tepis juga. Akhirnya batinku.
“Iya dech aku ngaku salah, maaf” kat Siesie menyesal.
“Ntar pulang sekolah ke toko buku bentar ya, aku mau cari novel terbaru”. Kata Siesie
“Oke, siap komandan hehe” sambil berlagak seperti orang hormat kepada pemimpinnya.

“Kamu gak cari buku Sin? Biasanya sumringah banget kalo di ajak ke toko buku?”
“Lagi males baca ahh pengen liat-liat aja deh”
“Emm ya uda, aku ke sana bentar ya” kata Siesie pamit.
Tak lama setelah di tinggal Siesie sendirian aku melihat cowok tinggi yang cool, mirip banget sama Angga. Ya, gak salah lagi emang bener itu si Angga. Aku sengaja buat mengikutinya, aku penasaran kenapa dia juga suka pergi ke toko buku. Aneh! biasanya kan cowok gak suka baca. Tiba-tiba Angga pun ilang entah ke mana perginya. “cari siapa sich Sin?” kata Angga mengagetkanku. “emmm enggak kok gak cari siapa-siapa” kagok
“Ada apa Sin?” tanya Siesie tiba-tiba
“Loh ada Siesie juga toh?” kata Angga
“Eh Angga, cari Sinta ya?” kata Siesie menggoda. “eee?, enggak cari buku psikolog kok” kata Angga cuek sambil pergi.
“Yah yah pergi dah, kamu sih Sie bilang kayak gitu juga aku kan malu”
“Kalo gak kayak gitu kalian gak bakal pernah akrab ngerti?”
“Tapi ya jangan kaya gitu juga kali”
“Trus gimana?”
“Gak taukk” kataku sewot sambil meninggalkan Siesie. Siesie terdiam kebingungan melihat tingkahku yang gak seperti biasanya.
Setibanya di rumah akupun membanting badan ke kasur. Huh badan ini terasa tak kuat lagi untuk bangun. Capeknya huhh! Tak lama kemudian ttuukk.. hpku berdering sedang. Dengan malasnya akupun membuka pesan dari hpku. Nomer yang tak tahu itu siapa. Akupun terpaksa membukanya
From : 085640xxxxx
Messsage :
hay, bener ni sinta?
Angga
hah! Angga? Tak disangka Angga yang cuek bisa sms aku kayak gitu. Senengnya minta ampun. Sebelum sempat membalasnya akupun langsung menelpon sahabatku Siesie untuk mengabari hal bahagia yang aku alami ini.
Sudah berjam-jam berlalu. Aku menelpon sahabatku itu. Bercerita ke sana kemari, untuk melegakan hatiku ini yang sedang di landa asmara. Tak terasa sudah jam 10 malam akupun harus mengakhiri percakapanku dengan Siesie.

Pagi yang cerah, memaksaku untuk membuka mataku dan bergegas berangkat sekolah. Hari ini aku semangat untuk bersekolah. Biasanya tiddakk!. Gara-gara sms dari Angga semalem bikin aku gak bisa tidur dan udah seminggu ini aku menyuruh Siesie menjadi detektif cintaku sama Angga. Asyiiknya jika aku bisa pacaran sama Angga.
“Hay Sie, lagi ngapain kamu?”
“Bingung nich, Ipadku rusak” kata Siesie dengan wajah melas.
“Sini aku coba perbaiki” kata Angga yang tiba-tiba nongol di belakang kami. Tak kusangka bisa sedeket itu Angga sama Siesie. Perasaan tak enakku muncul, melihat mereka berdekatan kayak gitu. Tapi aku nggak ingin negative thinking aku cuma bisa positive thinking. Liat Angga dan Siesie kayak gitu aku malah berpikir bahwa temanku menusukku dari belakang. Ahh tidak ku buang jauh-jauh pikiran itu.
“Sin, mau ketaman sama aku?” ajak Adit tiba-tiba muncul dari balik pintu kelas yang terbuka.
“Boleh Dit” kataku menerima ajakannya. Aku memang membiarkan mereka berduaan.
“Boleh aku bicara sejujurnya sama kamu Sin?” kata Adit
“Apa?”
“Jangan kaget ya, aku bukannya mau merubah pendirianmu untuk tak mencintai Angga lagi. Tapi Angga emang bener-bener suka sama Siesie buka kamu”
“Apa? Apa maksud kamu bilang kayak gitu ke aku sih Dit? Kamu mau merusak hubunganku sama Siesie dan Angga?”
“Bukan itu maksudku, aku hanya tak mau kau sakit hati nantinya”
Akupun tak berkutik mendengar cerita Adit. Setelah Adit cerita bahwa Angga selalu medekati ku dengan Siesie hanya bermaksud untuk berkenalan dengan Siesie dan mendekati Siesie bukan aku. Adit menjelaskan bahwa Siesie tak mau Angga dekat-dekat dengannya karena Siesie tahu aku suka sama Angga. Setelah Adit bercerita seperti itu, akupun berpikir sebegitu sayangnya sahabatku untuk menjaga perasaanku.
“Sudah?” kataku.
“Iya, aku minta maaf atas semua yang aku omongin ke kamu. Tapi jangan marah ya, aku lakuin demi kamu juga, dan sms itu, aku yang sengaja sms kamu kayak gitu agar kamu gak negatif thinking sama temen kamu sendiri. Aku rela membantu Angga untuk bercerita denganmu karna aku…”
Sebelum melanjutkan ceritanya aku sudah memotong perkataan Adit. Sebenarnya aku sudah sebel sama Adit karena cerita itu semua padaku. Tapi mungkin ini yang tebaik bagiku.
“Apa maksud perkataanmu?” tanyaku ketus.
“Aku suka sama kamu”
“Hah?”
“Udah terima ajalah” kata Siesie yang tiba-tiba muncul bebarengan sama Angga. Sebenarnya sudah sejak lama Angga, Siesie, dan Adit merencanakan hal ini. Tapi tak tahu mau kapan mereka bicara dari hati ke hati sama Aku.
“Eh, emm, iya” kataku meyakinkan. Aku tak tahu mengapa mulutku tak kuasa untuk menolak permintaan Adit untuk menjadi pacarnya.
“Bener mau?” tanya Adit ingin meyakinkan.
“Iya” kataku sumringah. Tak ku sangka cerita cinta antara sahabatku ini berakhir happy ending. Ya walaupun penuh dengan liku-liku.
Akupun memetik sebuah hikmah di balik cerita cintaku ini, ternyata sahabatku peduli dan sayang sama aku. I love you Adit I love you Siesie I love you Angga makasih udah buat hari-hariku menyenangkan.

CICUP (Cinta Datang Untuk Pergi)

Pagi ini aku telah siap dan rapih dengan seragamku. Abu-abu putih. Yaaa, itulah seragam yang aku kenakan saat ini. Hampir satu tahun aku mengenakannya, dan hampir satu tahun pula aku melepas seragam “Biru Putihku” yang penuh kenangan. Sebenarnya agak berat bagiku melepas seragam biru putihku yang kini hanya tergantung rapih di lemari baju. Begitu banyak kenangan yang bermakna saat masa-masa di mana seragam itu masih ku kenakan. Saat aku membuka lemari bajuku dan melihat seragam SMPku yang tergantung rapih di dalamnya, tiba-tiba aku teringat akan seseoranng yang mengisi hatiku sejak SMP. “Revan”, nama yang pernah singgah di hatiku sejak SMP, bahkan perasaanku untuknya pun masih sama saat kita pertama aku mengenalnya dan melihatnya. Tapi perasaan itu tak penah terbalaskan olehnya.
“heeeuuummm, mungkin cukup ku kenang saja masa itu” gumamku lirih. Tiba-tiba ada sebuah suara yang menyadarkanku dari lamunan “Tiitttaa.. sudah jam 7 kurang 15 menit, ayo cepat berangkat dan lekas sekolah”. Teriak ibuku cerewet. Yaaa, meskipun beliau cerewet, tapi beliau tetaplah ibu yang paling istimewa dan paling aku sayang.
Jam menunjukan pukul 06.50. “Oh My GOD”, teriakku histeris. Akupun lantas tergesa-gesa, dan beranjak pergi meninggalkan rumah sembari menenggak segelas susu hangat yang ibu buatkan. “Pak, Bu, Tita berangkat dulu, Assalamuallaikum” pamitku
“Brug, brug, brug” Suara sepatu yang sedari tadi menjadiperhatian banyak orang di sekolah. Ah masa bodoh mau pada ngliatin atau enggak, aku tak perduli dan tak menggubrisnya. Akupun masih berlari dnegan kencangnya menuju kelas. “huh huh huh hu, akhirnya nyampe kelas juga, untung aja gak terlambat”. gumamku, sembari meletakkan tasku di kursi, dan mengambil sebuah buku yang ku gunakan untuk menghilangkan sedikit rasa panas dan sumuk yang aku rasakan. Tak lama kemidian bel masuk berbunyi “kkkkrrrrriiiiiiinnnnggggg”
“eh Ta, kenapa loe? Kok kaya cacing kepanasan gituh?” Tanya sahabatku yang juga teman sebangku ku
“bhaahaha, asem deh kamu, tadi gue abis lari-lari Bel, capek banget, mana panas bin sumuk lagi” jawabku
“jiaaahhh, dasar loe kurang kerjaan, ngapain juga pagi-pagi buta gini lari-lari? olahraga buk?” ucapnya
“Whahahaha, udah deh diem loe! Tuh pak guru udah masuk kelas, jangan brisik Bel, nanti kita kena omel lagi bisa-bisa, hahahahaha” celotehku pada Bela
Heuumm, aku dan Bela emang sering jadi bahan sasaran guru gara-gara keusilan, kegaduhan, dan hal lainnya yang buat kelas rame deh pokoknya. Walaupun udah di tegur berkali-kali sama guru, tetep aja kita kita berdua bandel dan keras kepala.
Pelajaran pun telah usai, ini waktunya untuk istirahat. Aku lebih suka memanfaatkan waktu istirahatku untuk sekedar membaca buku atau mungkin duduk santai di depan kelas dan ngobrol sama temen-temen sambil liat anak-anak cowok kelas X, XI, dan XII mainan futsal di lapangan. Sambil cuci mata gituh, hehehehehe.
Beda halnya dengan Bela, dia lebih sering pergi ke kantin, huufft dasar Bela, tiap hari makannya banyak, tapi badannya tetep ajah kurus dan langsinng.
Istirahat hari ini sangat berbeda dari biasanya. Entah kenapa aku merasakan suasana istirahat hari ini benar-benar sangat berbeda. Aku tak melihat secuilpun sosok kakak kelas yang aku kagumi. “Ka Zine”, namanya Muhammad Zine, biasanya teman-temannya akrab memanggilnya Zine. Sekarang kak Zine telah duduk di kelas XII, huuuufffft yang pastinya sudah disibukan dengan tumpukan materi yang harus ia pelajari untuk menghadapi UN 2012. Heuummm mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa hari ini aku tak melihat sosoknya yang aku kagumi, mungkin bukan sekedar mengaguminya, atau bahkan mungkin aku menyukainya (bisa di bilang gituh sih) hehehe.
“Biasanya Ka Zine main futsal di lapangan, kok gada ya?” gumamku lirih sembari memperhatikan lapangan yang penuh dengan anak cowok yang bermain futsal, namun sudah ku lihat seluruh penjuru lapangan itu, tapi tak kudapati sosok Kak Zine ada di lapangan itu. Mungkin dia memang benar-benar sibuk dengan ujiannya. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dan sontak membuatku kaget. “Eh Tita, loe lagi nyari ka Zine yah?” Tanya orang itu padaku.
“Eh loe Bel, bikin kaget ajah!, heum enggak kok, siapa juga yang lagi nyari ka Zine? Ngarang loe” jawabku dengan nada agak sedikit gugup
Sahabatku yang satu ini emang selalu ajah serba tahu apa yang sedang aku rasa. Dia juga tahu dulu gue pernah suka sama Revan, temen sekelasku sewaktu SMP, dan sekarangpun dia juga tahu kalau aku mengagumi Ka Zine yang memang jadi idola di SMA HIGH SCHOOL tempatku menimba ilmu. Bela juga sahabat yang siap mendengarkan dan memberikan tanggapan akan setiap curhatanku padanya. Bisa di bilang dia udah kayak buku diaryku deh pokoknya.
Bel pulang telah bordering. Aku dan Bela pun pulang bersama seperti biasanya. Sepanjang perjalanan pulang aku tak pernah membuka mulutku untuk sekedar bergurau sedikit dengan Bela, entah kenapa mulutku ini enggan terbuka untuk mengeluarkan sepatah katapun pada Bela.
Pikiranku kini melayang jauh entah kemana. Dan hatiku punbertanya-tanya kemana sebenarnya Ka Zine hari in? padahal kelas kami bersebelahan dan biasanya dia duduk di depan kelas. Tapi? Sejak tadi pagi aku tak melihatnya sama sekali.
“Eh Ta! Loe lagi mikirin apaan sih? Tumben kagak cerewet kayak biasanya?” ucap Bela sembari menepuk pundak ku dan menyadarkanku dari lamunanku. “gak papa kok Bel” jawabku singkat.
“Udah deh, gak usah bohong. Gue tau loe lagi ada sesuatu, raut muka loe tuh gak bisa bohongin gue Ta! Ayo cerita ke gue, cepetan!” paksanya
Aku masih terdiam, bingung dengan apa yang harus aku katakan pada sahabatku ini. “Ta? Loe masih kepikiran Ka Zine yah?” sambung Bela memecah keheningan di antara kami. “he.em Bel” jawabku sembari menganggukan kepalaku yang artinya aku mengiyakan pertanyaan Bela. “Gue juga dari tadi di sekolah nggak liat dia Ta. Kemana yah Ka Zine? Mungkin dia sibuk belajar kali Ta? nanti loe sms dia ajah Ta!” celoteh Bela padaku. “Tapi Bel, Gue gakbisa! Dia ituh…” Belum selesai ngomong, Bela malah udah motong pembicaraan. “Udah gak usah pake tapi-tapi, loe juga pasti kangen kan smsan sama dia? Pan loe dah lama gak smsan sama Ka Zine? Udah, habis ini sampai rumah loe sms ajah dia langsung Ta, sambil Tanya-tanya kabar dia gituh. Sekalian semangati dia buat UN nya” celoteh Bela panjang lebar padaku.. “heemmm, iya deh insya Allah, liat sikonnya dulu Bel” jawabku singkat. “sssiiipp, senyum dong Ta”. “iiiyyyaaaaa bawel,:D”. “Nah gitu dong Ta, senyum, jangan cemberut mulu, enek gue liat muka loe yang jelek itu, apalagi di tambahin muka loe kusut gituh kaya baju kagak di setrika, hadeehh apa banget dah itu”. “Wah, sialan loe, awas ajah ya loe Bel. Tunggu pembalasan gue, hahahaahhaha”.
Sesampainya di rumah, aku pun menjatukan tubuhku ke tempat tidur, dan tak lupa pastinya pegang hape kesayangan gue, yang susah payah gue dapetinnya, gimana gak susah, gue dapetin tuh hape penuh perjuangan. Bayangin ajah, nilai ujian gue pas SMP gak boleh ada yang di bawah 7 dan rata-rata nilai UN gue juga harus bisa mencapai 8, tuh kan pengorbanannya gede banget (hehehehe).
“Kok gada sms dari Ka Zine sih? padahal udah hampir 1 minggu dia gak sms gue! Arrrrgggkkh, ayo dong ka sms!”, saking keselnya gak dapet sms dari Ka Zine, gue banting tuh hape “arrrggkkhh, sebel. Gada sms dari kakZine!”.
Kini aku beranjak dari tempat tidur dan kemudian ganti baju, shalat, makan dan abis itu tidur siang deh
Baru mau memejamkan mata, eh eh tiba-tiba hape bergetar “ddrrrrtttt”, “ya Allah semoga itu sms dari Ka Zine” batinku. Dan betapa terkejutnya dan kagetnya aku saat aku tau sms itu dari Ka Zine “ya Tuhan, KaZine sms aku: )”
To Tita: “buat temen-temen dan adik kelas doain gue ya dan semua siswa kelas XII supaya besok UN nya lancar, Aamiin. oiya mungkin ini hari terakhir gue pegang hape, sampe selesai UN, jadi doain gue yaaaa”
To Zine: “iya ka, tenang ajah aku pasti doain yang terbaik buat kakak dan semua kakak kelas XII, belajar yang rajin ya ka, jangan lupa berdoa: )”
To Tita: “iya, okeh sip, makasih ya:)”
To Zine: “ia sama-sama:)”
Dua minggu lagi UN di mulai dan perang sebenarnya akan Ka Zine dan kawan-kawannya mulai. Mungkin waktu dua minggu itu bagiku sangat singkat sekali, dan lagi-lagi aku harus kehilangan orang yang aku sayang, cukup Revan yang harus ninggalin gue dan gak pernah ngebales perasaan ini, please jangan terulang lagi sama Ka Zine. Udah cukup lama aku dan Ka Zine PDKT, tapi entah kenapa sinyal-sinyal positif gak pernah Ka Zine kasih buatku. Mungkin sampai saat ini Ka Zine masih mengarapkan mantan kekasihnya sewaktu kelas X dulu. “Mba Hellen”, nama mantan kekasih Ka Zine. Orangnya cantik, putih, tinggi, rambutnya hitam dan panjang. Tapi sayang ada satu hal yang tak kupercayai akan Mba Hellen, dia pernah nyakitin Ka Zine yang bener-bener sayang sama dia. Mba Hellen nyelingkuhin Ka Zine sewaktu mereka masih pacaran. Tapi entah kenapa Ka Zine masih saja mencintai Mba Hellen.
Kinipun perasaanku harus hancur untuk yang kedua kalinya. Bagaimana gak hancur, beberapa waktu lalu Ka Zine mengirim sebuah sms padaku yang jalas-jelas itu benar-benar membuatku terluka dan hancur.
To Tita: “Ta, aku masih sayang dan masih menyukai Hellen sampai saat ini, aku tau ini membuat kamu kecewa dan marah. Tapi beginilah adanya. maaf aku benar-benar membuatmu kecewa”.
To Zine: “gapapa ka, aku gx kecewa sedikitpun”.
YaTuhan Ka Zine mengirim sms seperti itu padaku, dan jelas-jelas dia juga udah tau gimana perasaanku padanya :’(. Yaaa, meskipun begitu aku tak bisa melarangnya sedikitpun, ini semua adalah jalan kehidupan Ka Zine dan aku tak berhak ikut campur, Setelah kejadian itu kami masih tetap berkomunikasi seperi biasanya. Smsan, bergurau dan bahkan curcol juga.
Hari ini adalah hari yang benar-benar di tunggu-tunggu Ka Zine dan kawan-kawan, dan hari ini juga perang yang sesungguhnya akan di mulai. Hasil belajar yang selam ini Ka Zine dan kawan-kawan tempuh akan di buktikan pada hari ini dan tiga hari ke depan. Saya dan semuanya hanya bisa membantu dengan mendoakan supaya mereka sukses dan memperoleh hasil yang memuaskan di ujian, aamiin.
4 hari UN telah berlalu, kelas XII pun kini benar-benar udah plong. Mereka juga sudah di bebaskan dari sekolah dan hanya menunggu waktu untuk menerima amplop yang berisikan tulisan “LULUS”. Sekolah benar-benar sepi, tanpa kehadiran kelas XII di sekolah, suasananya benar-benar berbeda. Mungkin ini bukan sekedar perasaanku, tapi anak-anak lainpun juga merasakan hal yang sama. Lapangan futsal, kantin, parkiran, arrrgghh pokoknya semua tempat tuh rasanya sunyi tanpa kehadiran kelas XII.
Sudah hampir 2 minggu lebih aku tak menerima kabar dari Ka Zine. Entahlah aku merasa dia telah melupakanku. Ya Tuhan aku benar-benar merindukan sosok Ka Zine, tapi apa? Aku merasa aku dan Ka Zine benar-benar “Lost Contact”. Dia gak pernah kasih kabar secuilpun padaku. Aku juga tak pernah melihatnya di sekolah. Sampai-sampai aku benar-benar putus asa.
“ya Alloh, aku hampir putus asa akan semua ini ya Alloh” keluhku pada Sang MAHA Segalanya di dunia ini. Astaghfirullah, aku ini memang tak pandai bersyukur atas nikmat yang Alloh berikan. Padahal seharusnya apapun yang Allah berikan padaku, aku harus selalu mengucap Syukur pada-NYA.
24 Mei, tanggal yang sudah di nanti-nantikan oleh kelas XII, hari ini tepatnya 24 Mei 2012 kelas XII melaksanakan perpisahan dan sekaligus menerima pengumuman kelulusan. Kebetulan aku mengisi acara perpisahan kelas XII, jadi aku bisa bertemu dengan Ka Zine. Ya Tuhan betapa senangnya hati ini, aku melihat seseorang dari arah gerbang, siapa lagi kalau bukan Ka Zine.
“hheeiiii :) ” sapanya padaku sembari tersenyum manis padaku
“hhaaiii :) ” jawabku gugup.
Senang rasanya di sapa Ka Zine, tapi sayang mungkin itu sapaan untuk yang terakhir kalinya, karena kami harus berpisah setelah ini.
Acara demi acara telah dilaksanakan dan kini acara yang dit unggu-tunggu kelas XII “Pengumuman Kelulusan”. Pak KepSek telah berada di atas panggung. Beliau juga sudah berpidato cukup lama, dan tiba-tiba beliaupun bersiap untuk memberikan pengumuman kelulusan.
“kepada anak-anakku kelas XII. Bapak hanya ingin…” Pak KepSek memotong pidatonya dan memasang muka kecewa. Hal itu sontak membuat anak-anak kelas XII kebingungan dan dag dig dug. Tiba-tiba Pak KepSek melanjutkan pidatonya dan sontak membuat anak-anak kelas XII bersorak sorai. “Bapak hanya ingin menyampaikan bahwa seluruh siswa SMA HIGH SCOOL lulus 100%”.
Kegembiraan, dan tangisan tak bisa terbendung saat itu. Tiba saatnya pada penghujung acara perpisahan kelas XII, dan aku menyanyikan lagu “Perpisahan Termanis” dari lovarian sebagai penutup. Betapa terkejutnya aku saat melihat Ka Zine naik ke atas panggung dan ikut nyanyi bersamaku.
“Jadikan ini perpisahan yang termanis yang indah dalam hidupmu sepanjang waktu” Itulah sepotong lirik lagu yang kunyanyikan bersama Ka Zine. Setelah selesai menyanyi, Ka Zine mengajak ku ke taman sekolah sekaligus berpamitan padaku.
“Tita, hari ini aku akan pergi ke Jakarta dan melanjutkan study ku di sana. Mungkin ini hari dan terakhir kalinya kita bertemu, tapi satu hal yang harus kamu yakini ‘apabila .kita memang ditakdirkan untuk bersama aku percaya tangan tuhan akan mempertemukan kita lagi’ percayalah :) ”. Itu kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Ka Zine. Diapun beranjak meninggalkanku yang sedari tadi terdiam terpaku dibuatnya. Akupun termenung sesaat.
“Ya Tuhan, ternyata benar kata orang, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan hal ini benar-benar terjadi padaku. Cinta itu datang padaku ibaratkan sebuah pertemuan, tapi kini cinta itu harus pergi meninggalkanku. Seperti sebuah singkatan “CIDUP” cinta datang untuk pergi :) . Tapi satu hal yang aku yakini, seperti kata-kata Ka Zine tadi ‘Apabila aku dan Ka Zine ditakdirkan untuk bersama aku percaya Tangan Tuhan akan mempertemukanaku dan Ka Zine kembali. I’m believe it (Aku percaya itu)”

Tulang Rusuk Takkan Tertukar

“kriiiing, kriiiiiing,”, suara yang tak asing lagi bagi telinga Zahra, ya jam beker berbentuk hati berwarna ungu yang berada di meja kecil di sebelah ranjang Zahra. Jarum pada jam itu sudah menunjukkan jam 03.30 dini hari. Waktu yang tepat untuk ber-taqorub kepada Allah, seperti yang biasa dilakukan zahra. Dia selalu dibangunkan oleh jam beker kesayangannya. Dengan mata yang sedikit terpejam dia meraih jam yang dari tadi tak mau berhenti berdering. “Masya Allah, udah jam setengah empat, hampir subuh”, ucap zahra kaget dan langsung berdiri dari ranjangnya. Mata yang tadi masih malas untuk melihat dunia langsung terbuka lebar dan bulat seperti mata boneka. Zahra langsung berlari ke kamar mandi dan mengambil wudhu.
Latifa Zahra Ar-rahmah kerap di panggil Zahra adalah seorang gadis berjilbab berasal dari Yogyakarta yang merantau mencari ilmu dan mencoba mengadu nasib di jakarta. Sudah 4 tahun dia berada di jakarta semenjak dia menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia dan mengambil jurusan ekonomi, pelajaran yang menjadi favoritnya. Dia juga mendapat beasiswa berkat ketajaman otaknya. Selain kuliah dia juga bekerja part time untuk mencukupi kebutuhannya selama di jakarta. Setiap pulang kuliah dia langsung menuju tempat kerjanya di sebuah toko buku, dia bekerja sebagai penjaga toko. Dia sangat menikmati pekerjaannya ini, tak lain karena dia bisa membaca berbagai buku gratis tanpa harus membeli.
Gadis ini memang hobi sekali dengan membaca, sudah banyak buku yang dia baca. Saat ini zahra sedang menyusun skripsinya, jadi dia harus pandai membagi waktu untuk bekerja dan menyusun skripsinya, agar dia dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Namun kemarin dia mendapat jadwal jaga di tokonya malam hari, jadi dia baru pulang ketika hari sudah menujukkan larut malam. Imbasnya hari ini dia terlambat bangun biasanyanya jam 03.00 dia sudah bangun dan langsung sholat tahajud, namun hari ini dia terlambat 30 menit. Setelah selesai menunaikan sholat tahajud dan witir, zahra melanjutkan membaca Al-Qur’an sambil menunggu adzan subuh. Hanya waktu itu yang bisa dia luangkan untuk mengaji, karena kesibukannya setiap hari.
Adzan subuh berkumandang, zahra menyudahi mengajinya dan langsung bergegas ke mushola yang dekat dengan kos-kosannya untuk sholat berjama’ah. Zahra memang gadis yang berbeda dengan gadis-gadis sebayanya, di saat para gadis lain tidur dengan nyenyak di kamar mereka, zahra sudah bangun dan melakukan ritual shalat tahajudnya. ‘ojo sampe lali shalat ya nduk, shalat tahajud e ojo sampe ora,’ pesan itulah yang selalu di ingat zahra, pesan dari orangtuanya sebelum dia berangkat ke jakarta 4 tahun silam.
Sepulang dari mushola zahra langsung membuka laptopnya dan mulai mengerjakan skripsinya yang semalam tertunda, karena dia pulang sudah larut malam dan terlalu capek. Saking seriusnya zahra tak menghiraukan waktu, sampai matahari menyapanya pun tak dia hiraukan. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh, zahra segera pergi mandi dan menyiapkan sarapan seadanya. Hari ini dia ada janji bertemu dosennya untuk konsultasi masalah skripsinya. Selesai sarapan zahra langsung pergi menuju kampusnya. Dia berhenti di depan jalan menunggu kopaja yang akan menjemputnya dan mengantarkannya menuju kampus terbaiknya. Sesaat kemudian tangannya melambai mengisyaratkan pada sebuah kopaja yang lewat di depannya. Seakan sudah memahami apa yang diisyaratkan zahra, sopir kopaja pun menghentikan laju kopanyanya dan membiarkan zahra naik. “silahkan neng,” seru kenek kopaja itu mengiringi langkah zahra memasuki kopaja. Zahra memilih duduk di dekat jendela. Zahra duduk santai sambil menikmati musik yang dia dengarkan lewat earphone dan suasana macet di jalanan jakarta yang sudah menjadi pemandangan biasa bagi zahra. Tak beberapa lama kemudian “bang, berhenti di depan situ ya,” ucap zahra pada kenek kemudian di lanjutkan teriakan kenek pada sang sopir. Dan kopaja pun berhenti di depan kampus zahra. Zahra mengeluarkan uang 5 ribu rupiah dari sakunya untuk membayar kopaja. Setiap hari, setiap akan pergi ke kampus ataupun ke tempat bekerjanya, zahra selalu naik kopaja, kalau tidak dia selalu menggunakan busway, karena menurutnya itu akan lebih hemat, dari pada naik taksi mahal. Maklum zahra kan mahasiswi fakultas ekonomi jadi setiap perbuatannya yang berbau uang selalu menggunakan prinsip ekonomi, bukan pelit, tapi hanya perhitungan.
Sesampainya di kampus, zahra langsung menemui dosen di ruangannya untuk konsultasi masalah skripsi yang dia buat, yang sudah mencapai 80%. karena zahra tergolong berotak emas, tak banyak yang dikoreksi dari hasil skripsinya itu. Sejam kemudian zahra keluar dari ruangan dosennya, dia menuju kantin kampusnya untuk sekedar minum atau menemui teman-temannya. “Assalamu’alaikum,”, ucapnya pada dua gadis berjilbab yang sudah ada di sebuah meja di sudut kantin. “Wa’alaikum salam, zahra? baru datang ya?”, ucap salah satu gadis di meja itu, sebut saja dewi, dia adalah sahabat zahra yang paling dekat, setiap ada masalah zahra selalu berbagi cerita padanya. “hehe iya, tadi baru aja dari ruangan Bu Yanti, biasa masalah skripsi,”, ucap zahra sambil nyengir dan mengambil tempat duduk sebelah dewi. “ow, udah selesai skripsimu zah?” tanya gadis yang satu lagi, namanya ayu. Dia juga sahabat zahra namun tak terlalu dekat. “belum baru 80% ay, mungkin seminggu ini udah selesai”, ucapa zahra santai sambil mengangkat tangan pada pelayan hendak memesan minuman. “wah cepat juga ya kerjamu zah, aku aja baru 50%”, ucap ayu sedikit kagum. “iya, sebenernya itu otak apa mesin sih zah,”, sahut dewi. “apa sih kalian ini biasa aja dong,” elak zahra sedikit malu-malu.
Kemudian pelayan menghampiri meja zahra dan teman-temannya. “permisi, ini mbak minumnya”, ucapnya. “oh iya, terima kasih mbak,” ucap zahra lembut. Mereka pun berbincang-bincang berbagai topik pembicaraan. Obrolan itu tiba-tiba terhenti karena lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Segera zahra mengangkat ponsel yang ada di atas meja. “oh, iya bu, segera saya kesana. iya, terima kasih”, ucap zahra pada seseorang di ujung sana. “siapa zah? bos kamu ya?” tanya dewi penasaran. Zahra mengangguk. “iya, aku disuruh segera ke toko, katanya ada banyak pelanggan, jadi aku pergi dulu ya”, ucap zahra tergesa-gesa, sambil merapikan barang bawaannya dan memasukkan kembali ke tasnya. Zahra langsung beranjak pergi meninggalkan kedua temannya. “eh zah, minuman mu?” teriak ayu berharap masih bisa di dengar zahra. “kamu yang bayar dulu ya ay,” balas zahra sambil tetap pergi tanpa menoleh. “ih, dasar itu anak, kebiasaan lama deh”, gerutu ayu, sedikit kesal pada tingkah temannya itu. Dewi hanya tersenyum melihat ayu dan zahra.
Sesampainya di toko, zahra langsung di sambut oleh Ibu Sita pemilik toko tempat zahra bekerja. Langsung saja zahra ditugaskan melayani pelanggan yang lumayan banyak. Hari ini pelanggan di tokonya lumayan banyak berbeda dengan hari biasanya. Menjelang istirahat makan siang toko kembali normal, dan zahra meminta izin untuk pergi makan siang dulu. Dia langsung menuju gerai tukang gado-gado yang ada di depan tokonya. Tempat favoritnya untuk makan siang. Zahra memesan satu gado-gado dan dengan setia menunggu makanannya datang. Tak sengaja dia melirik sebuah kalender yang terpajang rapi di dinding. Dia melihat ke sebuah angka dan baru menyadari hari ini adalah tanggal 07 juni. Ya, hari ini adalah hari bersejarah yang selalu di ingatnya. Zahra tersenyum dan mulai mengingat peristiwa di masa SMA nya dulu.
Zahra dulu waktu SMA bersekolah di SMAN 1 Yogyakarta. Dulu dia duduk di kelas XA, kemudian mengambil jurusan IPS di kelas XI IPS 4 dan XII IPS 4. Ceritanya berawal di kelas XA, dulu zahra adalah gadis yang culun dan pendiam. Sampai-sampai dia selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya di kelas. Hingga suatu hari saat dia diganggu teman-temannya, sampai membuat dia menangis tersedu-sedu di bangkunya. Tiba-tiba ada seorang cowok menghampiri zahra dan mengulurkan sapu tangannya untuk mengusap air mata di pipi zahra. Laki-laki itu bernama fahri, dia juga teman sekelas zahra tapi dia berbeda dengan teman-temannya yang lain. Dia tidak pernah mengejek zahra dan termasuk cowok pendiam. Zahra kemudian menerima uluran sapu tangan fahri. “makasih ya,” ucap zahra dengan suara terisak. “udah, mereka itu gak usah dipikir, jangan nangis lagi ya”, ucap fahri lembut dengan menyunggingkan senyum mautnya. Seketika itu jantung zahra seakan berhenti berdetak, tiba-tiba dia berharap waktu berhenti saat itu juga, agar saat itu tak cepat berlalu. Baru kali ini zahra diberi perhatian oleh seorang cowok.
Fahri kemudian beranjak meninggalkan zahra yang masih tertegun mendengar ucapan fahri. Semenjak kejadian itu, zahra sering memerhatikan fahri, dan jantungnya selalu berdebar lebih kencang jika berada lebih dekat dengan fahri. Zahra tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan, apa mungkin ini yang dinamakan cinta?. pertanyaan itu yang selalu terngiang di pikiran zahra. Namun dia hanya bisa memerhatikan fahri dari jauh, karena fahri merupakan salah satu siswa yang jadi pedoman di sekolah, karena rupanya yang lumayan mempesona. Zahra hanya bisa tersenyum saat fahri di kemuruni cewek-cewek centil. Saat fahri menapatnya, zahra langsung mengalihkan pandangannya, karena dia tidak mau tatapan fahri semakin menyihirnya.
Ternyata tanpa zahra ketahui sejak mereka satu kelas fahri juga sering memerhatikan zahra, dia juga tertarik pada kepolosan dan senyum manis dengan lesung pipit zahra. Namun diantara mereka tak ada yang berani mengungkapkan perasaan, bahkan meminta nomor telepon tak berani. Sebenarnya sudah lama farhi ingin meminta nomor hp zahra tapi selalu saja diurungkan niatnya. Sampai akhirnya ketika kelas XI mereka terpisah, tidak satu kelas lagi, zahra mengambil jurusan IPS sedangkan fahri mengambil jurusan IPA. Mereka jadi jarang bertemu, bahkan tidak pernah. Karena mereka mulai aktif dan sibuk dalam kegiatan ekstrakuriluler mereka masing-masing, zahra sibuk dengan OSIS nya, sedangkan fahri dengan SBQ nya. Fahri salah satu siswa SMAN 1 Yogyakarta yang memiliki suara merdu saat berqiro’ah. Setiap acara keagamaan yang diadakan sekolah, selalu fahri yang di beri tanggung jawab berqiro’ah. Hingga pada saat acara purnawiyata kelas XII di SMAN 1 Yogyakarta, fahri yang ditunjuk untuk berqiro’ah, dan zahra yang bertugas sebagai sie acara. Karena acara itulah akhirnya mereka berani ngobrol dan meminta nomor telepon. “oh ya, untuk memudahkan kita berkomunikasi, bagaimana kalau aku minta nomor kamu, boleh tidak”, ucap farhi ragu. “tentu saja, ide yang bagus itu”, ucap zahra sambil menuliskan nomor teleponnya pada selembar kertas dan mengulurkannya pada fahri. Tetap dengan menahan rasa groginya, serta tetap menjaga jarak, supaya fahri tidak mendengar genderang perang yang ada dalam jantungnya. “makasih, nanti kalau ada yang penting aku sms kamu”, ucap fahri yang ternyata juga menahan rasa groginya. Zahra tersenyum dan meminta izin untuk pergi, karena dia sudah ditunggu teman-temannya di ruang osis untuk koordinasi terakhir sebelum acara besok.
Malam harinya fahri ragu ingin menghubungi zahra atau tidak, namun dia ingin sekali menghubungi zahra, meskipun hanya sms saja. Dan dengan segenap keyakinan dia beranikan diri sms zahra, ‘hay ara, masih ingat aku?’ sedikit ragu, fahri kemudian mengirim pesan itu ke nomor yang diberikan zahra tadi di sekolah. Dengan setia fahri menunggu, berharap mendapatkan respon baik dari zahra. ‘hemm, ini sinten?’ perlahan fahri membuka dan membaca pesan dari zahra, ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata ditanggapi positif, kemudian dengan semangat dia membalas sms zahra lagi, ‘ini aku fahri, aku cuma mau tanya besok itu aku perform jam berapa ya kira-kira’, sedikit pertanyaan basa-basi sebagai modus agar fahri tetap bisa sms zahra. Kemudian zahra membalas ‘ow kamu al, besok kamu perform jam setengah 8 kan kamu pembuka acaranya :-) ’. Dengan riang fahri membaca sms dari zahra. Ada smile di akhir pesannya, semakin membuat fahri terbang, kemudian mereka pun asyik ber-smsan. Panggilan ‘ara’ untuk zahra memang sangat spesial, karena hanya fahri yang memanggilnya ‘ara’, ‘ara’ diambil dari nama belakang zahra, Ar-rahmah. Dan ‘al’ juga spesial untuk fahri, memang nama lengkap fahri adalah Muhammad Al-fahri, dan baru zahra yang memanggilnya ‘al’. Semenjak saat itu mereka sering sms-an. Zahra merasa senang sekali bisa berhubungan lebih dekat dengan fahri, baru kali ini impiannya sejak kelas X terwujud. Zahra juga masih menyimpan sapu tangan fahri dengan rapi.
Waktu yang akhirnya membawa mereka naik ke kelas XII, dan mereka harus mati-matian menyiapkan diri untuk UN. Namun mereka tetap berhubungan lewat sms, dan hubungan mereka menjadi semakin dekat. Dan perasaan mereka masing-masing menjadi semakin mengakar dan tumbuh semakin besar. Puncaknya pada saat purnawiyata mereka, mereka menyempatkan diri untuk mengobrol langsung setelah acara usai. “Al, kamu terlihat keren pake jas” ucap zahra membuka pembicaraan. “kamu juga Ara, tambah cantik,” balas fahri. Zahra tersenyum dan kembali bertanya “setelah ini kamu mau melanjutkan kemana Al?”. “habis ini aku mau ke jombang, mau ke ponpes Tebu Ireng”, jawab fahri dengan nada rendah, dengan perasaan sedikit sedih. Fahri tahu hari ini adalah pertemuan terakhirnya dengan zahra, karena minggu depan dia akan ke jombang. “ha? ke ponpes Tebu Ireng, jadi kamu mau mondok di sana?”, ucap zahra sedikit kaget, dan raut mukanya berubah sedih. Fahri mengangguk. Sunyi menyelinap diantara mereka, sejenak mereka terdiam dalam pikiran masing-masing. “oh ya, Al, ini sapu tangan mu yang waktu di kelas X dulu, masih ingat?” ucap zahra memecah keheningan. Sontak fahri menatap satu tangan yang ada di tangan zahra. “Ara, tentu saja aku masih ingat sekali waktu itu, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan padamu”, ucap farhi ragu. “apa?” tanya zahra penasaran. “te amo amor”, ucap fahri terbata-bata. Mendengar kata-kata itu jantung zahra serasa berhenti berdetak. Zahra mengerti maksud dari kata itu, karena memang fahri dan zahra memiliki ketertarikan yang sama dengan negara spanyol dan bahasa spanyol. Zahra langsung menatap fahri. “maksud kamu apa Al?, apa mungkin kita bersama, kamu mau ke jombang sedangkan aku mau ke jakarta meneruskan sekolahku”, ucap zahra dengan suara rendah sambil menitihkan air mata, tak bisa lagi menahannya. “sebenernya aku juga punya perasaan sama ke kamu Al, tapi,” tambah zahra. “aku kan udah bilang Ara, jangan menangis lagi, usap air matamu itu. Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan dipertemukan lagi, tulang rusuk tidak akan tertukar Ara,” ucap fahri sambil mengulurkan sapu tangannya yang tadi diberikan zahra. Zahra mengusap air matanya, dan menatap fahri. Fahri tak berani menyentuh gadis yang sedang menangis di depannya itu, karena dia sangat menghargai wanita. “Ara, mungkin ini pertemuan terakhir kita, minggu depan aku akan berangkat, aku harap kamu baik-baik ya di jakarta nanti, jaga diri baik-baik. Selamat tinggat Ara”, ucap fahri sambil meninggalkan zahra dan menitihkan air mata yang sedari tadi sudah berusaha ia tahan. Sangat berat keputusan yang diambil fahri saat ini, namun dia harus memutuskan, dan dia telah mengutamakan kepentingan agama, keinginannya untuk menghafal Al-qur’an. Dia yakin Allah sudah merencanakan hal indah di luar sana. Dan fahri pun pergi dengan membawa cinta Zahra. Dan kejadian itu terjadi pada tanggal 07 juni 2008.
“mbak zahra, ini gado-gadonya”, suara pelayan. Zahra tersadar dari lamunan tentang masa lalunya tentang cinta pertamnya, fahri. Bahkan sampai sekarang pun zahra masih menyimpan perasaan untuk fahri. Yang selalu dia ingat dari fahri adalah kata-katanya ‘Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, suatu saat nanti kita pasti akan di pertemukan lagi, tulang rusuk tidak akan tertukar Ara’. Tanpa sadar Zahra tersenyum sendiri, sampai pelayan menegurnya setelah ucapannya yang pertama tadi tak di hiraukan, “mbak Zahra, kenapa?”. “oh, tidak apa-apa mbak, makasih ya”, ucap zahra sedikit salting. Kemudian dia memutuskan untuk mengakhiri petualangannya di masa lalu dan menikmati gado-gado favoritnya. Kemudian terdengar lagu mariah carey-hero dari ponsel zahra. Zahra langsung mengobok-obok isi tasnya mencari dimana letak ponselnya. Dan kemudian meletakkan ponselnya di telinga kanannya. “wa’alaikum salam, Alhamdulillah sehat buk, enggeh besok minggu depan wisudanya, ibuk datang kan?” ucap zahra pada sesorang di ujung telponnya. Kemudian zahra menutup teleponnya dan melanjutkan makan siangnya. Minggu depan zahra akan wisuda, dan ibunya akan datang menyaksikan zahra, sekaligus menjemput zahra untuk diajak pulang ke Yogyakarta. Zahra hanya menuruti semua keinginan orang tuanya.
Seminggu berlalu, hari-hari zahra dia lalui seperti biasa, namun hari ini dia harus menjemput orangtuanya di bandara Soekarno-Hatta, karena besok dia harus wisuda. Zahra merasa lega karena study nya sudah berakhir, skripsinya juga sudah selesai tepat waktu, meski harus ekstra kerja keras karena ia juga harus membagi waktunya untuk bekerja. Yang patut dibanggakan lagi zahra lulus dengan IPK sempurna. Selesai mandi dan sarapan, Zahra mencari ponselnya dan mulai menekan beberapa nomor dan mulai tersambung dengan seseorang, “Ibu, sampun dugi? saya jemput ya bu,”. Zahra langsung berangkat menuju bandara menjemput orangtuanya. Mereka bertemu dan langsung berpelukan, melepas rindu. Sudah lama mereka tidak bertemu. Kemudian mereka menuju ke kos- an zahra, namun kali ini zahra tidak naik kopaja lagi, kasihan orang tuanya sudah capek, harus naik kopaja pula. Dia meminta sebuah taksi mengantarkan mereka pulang. Sesampainya di kos-an mereka kembali melepas rindu, dan berbincang-bincang santai. “nduk, tidak di sangka ya, sekarang kamu sudah mau sarjana”, ucap ayah zahra. “enggeh yah,” jawab zahra dengan senyuman. “oalah nduk, ternyata di jakarta itu panas ya,” ucap ibu zahra sambil kipas-kipas. “kok betah lo kamu tinggal di sini?” tambah ibunya. Zahra hanya tersenyum manis, mendengar ucapan ibunya yang baru menyadari jakarta itu panas. “pokoknya setelah wisuda kamu harus kembali ke Yogyakarta nduk, ibuk mu mau menjodohkan kamu dengan anak temannya, dulu mereka sudah pernah janji akan berbesanan jika anak mereka laki-laki dan perempuan”, ucap ayah zahra santai.
Sontak zahra kaget mendengar ucapan ayahnya. Jodoh? dijodohkan?, ini kan bukan zaman siti nurbaya lagi, kenapa harus dijodohkan sih, gimana dengan fahri?. Zahra berusaha memberontak dalam hati, dia tak berani melawan orang tuanya. Namun semenjak itu, pikiran zahra serasa penuh dengan beban, dia masih mencintai fahri, tapi dia tidak bisa melawan orang tuanya. Imbasnya saat wisuda zahra sering melamun, sampai dia tidak menyadari namanya di panggil untuk memberikan sambutan, karena IPK nya sempurna. “zah, kamu di panggil, ayo maju” bisik dewi sambil menyikut tangan kanan zahra. Sontak zahra pun kaget dan tersadar dari lamunannya. Kemudian dia melangkah ke depan dengan langkah yang sedikit gontai, dan mulai berpidato, namun dengan wajah yang datar, tak mengisyaratkan kebahagiaan mendapat IPK sempurna. Malah dewi dan ayu lah yang justru terlihat lebih bahagia dari pada zahra.
Setelah kurang lebih 5 menit zahra berpidato, riuh rendah suara tepuk tangan mengiringi langkah zahra kembali ke tempat duduknya. Menyadari ada yang berbeda dari temannya, dewi langsung menanyakan sebenarnya apa yang terjadi pada zahra. “eh zah, kamu kenapa sih? kok lesu banget? ada masalah? cerita dong!?” bisik dewi pada zahra, yang baru saja duduk. “hemm, nanti ya aku critain, setelah acara ini” jawab zahra. Dewi mengangguk pasrah, dan mencoba menahan rasa penasarannya. Acara wisuda pun berakhir, dan berjalan dengan meriah. Tibalah sesi foto-foto, semua larut dalam suasana kebahagiaan, namun tidak untuk zahra, masih ada masalah yang mengganjal pikirannya. Setelah beberapa kali jepretan untuk zahra dan orangtuanya, zahra meminta izin untuk pergi bersama dewi sebentar. “yah, buk, zahra, mau pergi sama dewi dulu, ayah sama ibu pulang dulu aja”, ucap zahra dengan penuh rasa hormat. Ayah dan ibu zahra mengangguk, dan membiarkan putri kebanggaannya pergi, bersama temannya. Mungkin untuk pertemuan terakhir, karena besok siang mereka akan kembali ke Yogyakarta. “ati-ati nduk”, ucap ibu zahra. Zahra kemudian melangkah pergi bersama dewi, mereka memutuskan untuk bicara di kantin kampus.
Zahra menceritakan semua yang terjadi padanya, masalah fahri, dan masalah perjodohan yang direncanakan orangtuanya. “udah lah zah, diterima saja keputusan orangtua mu, mereka kan lebih tahu siapa yang pantas dengan mu, lagi pula anggap ini sebagai rasa baktimu terhadap mereka”, ucap dewi menasehati zahra. “perjodohan itu tak selamanya menyeramkan lho zah, siapa tahu dia memang tempatmu sesungguhnya, kamu bagian dari rusuknya”, tambah dewi semakin menguatkan zahra. “iya dew, kamu benar, ini salah satu baktiku pada ayah dan ibu, aku harus bisa merelakan fahri, mungkin kita memang tidak berjodoh”, ucap zahra dengan nada rendah. “gitu dong zah, terus kapan rencananya kamu akan kembali ke Yogyakarta?”, tanya dewi lagi. “besok siang dew jam”, ucap zahra santai. “what? berarti ini pertemuan terakhir kita dong”, ucap dewi mulai sedih. “iya dew, makasih ya selama ini kamu teman terbaikku, selalu mendengarkan curahan hatiku”, ucap zahra mulai menitihkan air mata. Dewi langsung memeluk zahra dengan erat. “sama-sama zah, aku pasti akan sangat merindukanmu, jangan putus tali silaturahim antara kita ya?” pinta dwi dengan air mata yang membanjiri pipinya. “pasti dew, oh ya, titip salam buat ayu ya!?, maaf utangnya gak aku bayar, biar dia shodaqoh”, ucap zahra dengan sedikit tertawa. Dewi mengangguk dan mulai melepaskan pelukannya. Mereka hanyut dalam suasana perpisahan. “selamat jalan dew, jaga dirimu baik-baik ya, ayu juga, Assalamu’alaikum”, ucap zahra sambil melangkah pergi meninggalkan dewi sahabatnya. “Wa’alaikumsalam,”, jawab dewi, tanpa henti memandang kepergian zahra sampai bayangan zahra tak terlihat lagi.
Keesokan harinya, zahra bersiap untuk kembali ke kota kelahirannya Yogyakarta. Dan mulai mengucapkan selamat tinggal untuk jakarta. Dan zahra akhirnya tiba di Yogyakarta tepat pukul 3 sore. Dia dan orangtuanya langsung istirahat melepas lelah. Zahra kembali mengingat masa-masa indahnya di Yogyakarta, termasuk masa indahnya bersama fahri di SMA, namun dia harus segera menyiapkan lubang untuk segera mengubur masa lalunya itu, jika dia bertemu dengan calon yang direncanakan orangtuanya.
Sementara itu di Yogyakarta, fahri juga baru saja tiba. Hari ini memang saatnya dia kembali, dia sudah berhasil mengejar mimpinya menghafal Al-Qur’an. Dia sudah qatam 30 juz. Sesampainya di rumah, dia disambut hangat oleh keluarganya. Fahri merasa lega, akhirnya bisa kembali setelah 4 tahun dia meninggalkan kota tercintanya ini. Termasuk meninggalkan cintanya di SMA. Hal yang selalu dinantikannya ketika dia sudah kembali adalah dia ingin melihat zahra, masihkah dia mengingat fahri?, masih adakah cintanya untuk fahri?. Hanya pertanyaan itu yang memenuhi benak fahri. Tapi satu yang dia tahu pasti, cintanya pada zahra belum layu, masih tetap tumbuh.
Setelah puas melepas lelah setelah perjalan jauh dari Jombang ke Yogyakarta fahri memutuskan untuk berbincang-bincang bersama ayah dan ibunya. Semua larut dalam perasaan rindu, “le, ternyata awakmu sudah besar, ayah gak menyangka waktu cepat berlalu, sudah cocok jadi manten”, ucap ayah fahri, sedikit dengan nada bergurau. “enggeh yah,tapi belum ada calonnya”, jawab fahri sambil tersenyum menanggapi gurauan ayahnya. “kalau itu gak usah khawatir le, ibu wes ada calon buat kamu cantik, kemarin baru saja wisuda dia sarjana ekonomi UI lho le, dan pastinya sholehah, kamu pasti demen tur tresno”, ucap ibu fahri dengan semangat. “iya le, besok rencananya ayah sama ibu mau kerumahnya, kamu ikut ya le?” ajak ayahnya tak kalah semangat.
Fahri langsung terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Dia menyesali perkataannya tadi, kenapa dia mengucapkan belum ada calon, padahal dalam hatinya sudah dipenuhi dengan zahra, tak ada lagi tempat untuk yang lainnya. “le, mau kan?”, tanya ibunya mengagetkan fahri yang sedang asyik dengan penyesalan atas apa yang diucapkannya. Fahri tak bisa mengelak lagi, dia tak berani melawan orangtuanya, dia selalu menuruti semua keinginan orangtuanya. “enggeh, terserah ibu”, ucapnya pasrah. Fahri masih saja mengutuk dirinya sendiri, apa tadi yang dia bicarakan, kenapa tidak dipikir dulu. Namun nasi sudah menjadi bubur, dia harus bertanggung jawab atas segala yang telah diucapkannya, meskipun akhirnya dia harus segera mengubur dalam-dalam cintanya pada zahra. Dia yakin pasti ini memang yang terbaik untuk dia, orangtuanya tidak mungkin salah dengan pilihannya, mereka pasti lebih tahu segalanya. Fahri pasrah menghadapi hari esok yang akan tiba, hari dimana dia akan bertemu dengan calon yang dipilihkan orangtuanya.
“nduk, cepetan siap-siapnya, tamunya sebentar lagi datang”, teriak ibu zahra pada zahra yang sedang bersiap-siap bertemu dengan jodoh pilihan orangtuanya. Dia juga telah bersiap mengubur fahri dalam masa lalunya, dia harus menerima semua ini. “enggeh, buk, sebentar lagi zahra selesai”, ucap zahra pasrah. Beberapa menit kemudian terdengar bel pintu rumahnya berbunyi. “Assalamu’alaikum,”. Mendengar suara itu hatinya semakin bergemuruh, gugup itu lah satu-satunya yang dia rasakan. Lekat-lekat dia mendengarkan semuanya melalui dapur, pasti ini yang di maksud orangtuanya. Kemudian terdengar ibunya membalas suara itu. “Wa’alaikumsalam, wah Jeng, silahkan masuk, ini pasti fahri itu ya?”, ucap ibu zahra dengan semangat. Fahri? mendengar ibunya menyebutkan nama itu, sontak jantung zahra berhenti. Kenapa namanya sama dengan fahri? apa mungkin ini kebetulan. Namun segera zahra menghilangkan pikirannya yang ngelantur tak karuan. Kemudian ia mendengar orangtuanya mengobrol santai dengan tamu mereka. Tiba-tiba ibu zahra menghampirinya di dapur, dan meminta zahra untuk mengantarkan minuman. Dalam hati zahra berkata ‘yah, ini waktunya, aku harus mengubur fahri, pasti dia lebih baik’. Ibu zahra kembali keruang tamu.
“mana putrinya yang baru wisuda kemarin Pak?” tanya ayah fahri pada ayah zahra. Hati fahri langsung berdebar kencang, pasti ini yang dimaksud orangtuanya. Gugup itu yang dirasakannya, dia juga harus segera bersiap mengubur zahra. “oh, sebentar lagi dia kemari”, ucap ayah zahra. “zahra, mana minumnya nduk?”, ucap ibu zahra memanggil. Fahri sontak kaget, zahra?, kenapa namanya sama? Atau mungkin?. belum selesai fahri berpikir, zahra masuk dengan membawa nampan yang berisi minuman dan makanan ringan. Mata fahri tak berpaling memandang zahra yang tertunduk malu. Dalam hati fahri ingin meloncat kegirangan. ‘subhanallah inikah cara- Mu mempertemukan ku dengan dia Ya Allah, terima kasih ‘. Dengan malu-malu zahra menyuguhkan minuman pada keluarga fahri, dan disaat dia mengangkat wajah, di hadapannya ada wajah yang sangat dikenalnya, yaitu fahri.
Zahra tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia berpikiran ini mungkin hanya halusinasinya. Zahra berusaha menutup mata dan menggelengkan kepalanya, berharap halusinasinya berakhir. Ternyata setelah dia membuka mata lagi, wajah fahri tetap ada di hadapannya. Berarti ini semua nyata. Dalam hati zahra begitu bahagia, ternyata lelaki pilihan orangtuanya adalah fahri orang dia cintai selama ini. “Ara?” spontan fahri memanggil zahra menyadarkan zahra untuk segera kembali kepada kesadarannya. “Al? ternyata,” jawab zahra dengan nada semangat. Sejenak mata fahri dan zahra bertemu, seakan mereka bercerita tentang perasaan lega mereka. “lho, kalian sudah kenal?” tanya ibu fahri semangat. Pertanyaan ibu fahri membubarkan acara saling bertatapan zahra dan fahri. “enggeh bu,dia teman SMA saya”, ucap fahri sampil tersenyum bahagia. “wah, ternyata kalian memang jodoh, tanpa harus mengenalkan kalian, kalian sudah saling mengenal satu sama lain”, ucap ibu zahra senang. Fahri dan zahra tersenyum dan tertunduk malu. “iya bu, kita ndak usah repot-repot mengenalkan mereka, tinggal menentukan tanggalnya saja ini”, gurauan ayah zahra membuat suasana mencair tanpa ada ketegangan lagi. “iya betul Pak, sudah tidak sabar saya melihat fahri menikah”, tambah ayah fahri semakin membuat suasana penuh dengan kekeluargaan. Sedangkan fahri dan zahra tertunduk malu mendapat ejekan dari orangtua mereka. Namun hati mereka tak kalah bahagianya, ternyata yang mereka khawatirkan selama ini tidak terjadi, mereka tak perlu susah-susah mengubur kenangan mereka di masa SMA.
Sementara orangtua fahri dan zahra berbincang-bincang di ruang makan. Fahri dan zahra melepaskan kerinduan mereka sendiri, dengan mengobrol di ruang tamu. “Ara, aku gak menyangka ternyata kita dipertemukan lagi dengan cara seperti ini”, ucap fahri memulai pembicaraan. “Iya Al, awalnya aku gak mau dengan acara perjodohan ini”, ucap zahra. “jadi sebenernya kamu ndak mau dengan ku?”, tanya fahri sedikit menggoda zahra. “bukan gitu Al, aku ndak mau, karena aku ndak tahu kalau yang dimaksud ayah dan ibuku itu kamu”, ucap zahra mencoba menjelaskan pada fahri. “karena aku masih menunggumu Al,” tambah zahra memperjelas alasannya. Fahri tersenyum, damai rasanya mendengar kata-kata itu dari zahra. “Ara, te amo”, ucap fahri singkat sambil memandang zahra dengan rasa sayang yang tulus. Zahra tersenyum dan membalas tatapan fahri dengan penuh cinta “te amo juga Al,”.
Tanpa sadar tangan fahri hendak memegang tangan zahra. “eits, tunggu dulu belum halal Al, sabar dulu” ucap zahra menghentikan pergerakan tangan fahri. “hehe, maaf lupa, hampir saja khilaf Astaghfirullah haladzim”, ucap fahri sambil menyunggingkan senyum mautnya. Zahra pun tersenyum melihat tingkah fahri yang sedikit salting. “Ara, benarkan ucapakanku, tulang rusuk gak akan tertukar, dan ternyata kamu lah salah satu rusukku yang hilang, dan tak akan pernah ada penggantinya, Allah juga yang telah mempertemukan kita lagi dengan cara- Nya sendiri ”, ucapan fahri menyejukkan hati zahra. “oh ya, ini aku kembalikan sapu tangan kamu Al, aku sudah tidak membutuhnya lagi untuk menghapus air mataku, karena aku sudah punya tanganmu yang akan selalu menghapus air mataku yang jatuh kelak”, ucap zahra sambil mengulurkan sapu tangan. Fahri memandang zahra penuh cinta, di ikuti zahra. Dan mereka saling berpandangan. “hayo, ndak boleh terlalu sering berpandangan, belum halal, sebentar lagi le, seng sabar”, ucap ibu fahri sambil melangkah mendekati fahri dan zahra diikuti oleh ayah fahri dan orangtua zahra. “haduh, pak hasan, putra mu sudah tidak sabar kayaknya”, gurau ayah zahra. Diiringi gelak tawa penuh kebahagian diantara dua keluarga besar itu.

TAMAT

Sahabat aku cinta

Ridho sudah berjam-jam duduk termenung dibawah pohon rindang di depan rumah sakit tempatnya praktik. Masih jelas diingatannya kejadian 6 tahun yang lalu.
Saat itu dia masih duduk di kelas XII SMA. Wajah yang tampan, tinggi, ramah, sopan, pintar dan perhatian membuat banyak orang suka berteman dengannya baik laki-laki maupun perempuan. Hal itu pulalah yang membuat Vinka selalu nyaman berteman dengannya. Vinka teman Ridho mulai kelas VII SMP, cantik, periang, dan sedikit tomboi.
Tak ada satu rahasiapun yang dapat disembunyikan oleh Vinka dari Ridho. Cara brpikir Ridho yang dewasa membuat teman-temannya selalu curhat padanya. Dimana ada gula disitu ada semut, di mana ada Ridho, di situ ada Vinka. Diskusi selalu satu kelompok, duduk selalu bersebelahan, istirahat hampir selalu bersama. Hanya ke toilet saja yang tidak pernah bersama.
Tanggal 14 Februari 2006 menjadi hari yang tak terlupakan. Di saat semua orang merayakan hari kasih sayang, Ridho malah menjadi seorang penipu yang menyedihkan. Saat istirahat, dia ingin memberikan sebungkus cokelat tanda persahabatan kepada Vinka. Ridho melihat Vinka duduk dengan Anggara teman sekelas mereka. Ridho mendekati mereka. Alangkah terkejutnya Ridho saat mendengar dari kejauhan bahwa Anggara menyatakan cinta pada Vinka.
Ridho memang bukan kekasih Vinka. Namun, entah kenapa dia begitu terkejut mendengar pernyataan cinta Anggara. Cokelat yang tadinya ingin diberikan kepada Vinka spontan di buang ke tempat sampah. Ada rasa kecewa yang sangat mendalam yang dia rasakan. Dia berusaha menenangkan diri dan berfikir tenang. Dia memutuskan pergi ke kantin dan memesan satu gelas teh manis dingin. Dia masih tidak yakin dengan apa yang dia rasakan. Dunia rasanya berputar sangat cepat sehingga dia susah berfikir dengan tenang.
Belum lama di kantin, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara perempuan yang sudah tidak asing ditelinganya. Perempuan yang tidak ingin dia lihat untuk saat itu. Bukan karena benci, tetapi karena dia tidak sanggup memandang wajahnya entah karena apa.
Vinka yang tidak tau apa-apa, duduk di depan Ridho. Dia mulai menceritakan apa yang baru dia alami dengan penuh semangat.
“Dho, menurutmu Anggara pria yang bagaimana?” Vinka memulai percakapan.
“Kamu tau enggak, tadi dia nyatakan cinta lo sama aku! So sweet… Gimana menurutmu Dho?” tanya Vinka.
“Gimana apanya?” Jawab Ridho berpura-pura tidak mengerti.
“Gimana bilangnya ya, aku belum kasi jawaban sama Anggara. Soalnya aku masih bingung, aku masih mau konsultasi dulu sama kamu baru aku kasih jawaban ma Anggara. Menurutmu aku cocok nggak ma Anggara?
Ridho yang dari tadi asyik memutar-mutar sedotan digelasnya hanya diam.
“Ridho, kamu sakit ya?” sepertinya kamu dari tadi tidak mendengarkan ceritaku sedikitpun. Atau ada perkataanku yang menyinggung perasaaanmu?
“Tidak ada, aku dengar ko.”
“Terus?”
“Aku hanya sedang berfikir.” Ridhopun mengangkat wajahnya yang dari tadi hanya menunduk. Diapun memandang wajah Vinka yang sudah tiak sabar mendengar jawaban Ridho .
“Vinka…”
“Ya,” jawab Vinka tidak sabaran.
“Kamu suka kepada Anggara?
“Mmmmmmmmmmmm, gimana ya. Kalau aku bilang tidak suka, aku bohong. Perempuan mana yang tidak menyukai Anggara. Baik, pintar, tampan, main gitar bisa, piano bisa, main sepak bola keren, apalagi main basket, dan romantis” jawab Vinka bersemangat.
“Aku juga bisa main piano, main gitar, sepak bola, basket, bahkan lebih hebat dari dia. Berarti kamu juga suka dong sama aku?”
“Tentu aja aku suka”. Jadi, kalau aku nembak kamu, kamu mau jadi pacarku?” Sambil terus menatap mata Vinka. Vinka yang tadinya memandang wajah Ridho berubah menjadi merah, salah tingkah.
“Gimana Vinka, mau nggak?” tanya Ridho lagi semakin serius.
“Dho, kamu kenapa sih? Ko jadi aneh begini? Aku ga suka tau. Aku memang suka sama kamu, tapi bukan untuk jadi kekasih, kamu itu sahabatku yang paling baik Ridho dan aku tidak mau kehilangan sahabat! Kamu ini la… buat aku semakin bingung!” Vinka mulai marah.
“Sudahlah, kamu membuat perasaanku tidak enak!” Berdiri dari kursinya dan meninggalkan Ridho di kantin.
Melihat Vinka pergi, Ridho mengejar dan menarik tangannya.
“Hahahaha… 1-0, aku berhasil ngerjain kamu!” Ridho memaksakan sebuah senyum mendarat di bibirnya. Dia sadar bahwa dia tidak bisa melihat Vinka sedih.
“Aku tadi hanya bercanda, masak aku pacaran denganmu, apa kata dunia? Rido yang ganteng pacaran dengan cewek tomboi yang gampang marah…” Rido membohongi hati nuraninya. Dia tau bahwa perasaan cinta yang baru dia sadari tak akan pernah terbalas.
Vinka yang dari tadi diam hanya berdiri memandangi Ridho, masih terlihat kekecewaaan di wajahnya.
“Ga lucu, aku pikir tadi kamu serius”.
“Kalau tadi aku serius, pasti kamu langsung terima aku kan?” Goda Ridho. Ya enggak la… kan aku uda bilang aku menganggap kamu sahabat. Lagian aku kan dah cerita kalau aku suka ma Anggara. Gimana sih?”.
Mendengar perkataan Vinka, hampir saja air mata Ridho menetes, tapi dia berusaha menahannya dengan sebuah senyaman. Malu menangis di depan perempuan apalagi karena masalah perasaan.
“Anggara, laki-laki yang baik, kalian sangat serasi!” Aku berdoa semoga kalian bahagia. Tapi ingat, jangan pernah lupakan persahabatan kita karena kamu sudah punya pacar.
Ridho meraih tangan Vinka, “Happy valentine sahabatku.”
Happy valentine juga, mana cokelatnya? Biasa kamu ga pernah absen kasi aku cokelat? Tanya Vinka.
Ridho hanya diam tidak menjawab, matanya hanya memandangi sebuah tempat sampah. Hatiku bernasib serupa seperti cokelat itu, bisisknya.
“Apa kamu bilang? Kamu ko berubah jadi melo sih…? ga seru tau!!!
Eh, sudah bel.. ayo kita masuk ke kelas, aku sudah tidak sabar bertemu dengan anggara. Vinka berlari meninggalkan Ridho yang masih berdiri memandangi tempat sampah. Tak ada semangat untuk masuk ke kelas, dia pun menemui wali kelasnya dan izin pulang dengan alasan sakit kepala. Dia menyuruh temannya Limjun mengambil tasnya ke kelas, dia tidak siap melihat wajah Anggara dan Vinka. Benar-benar valentine kelabu.
Setibanya dia di rumah, dia menemui ibunya dan bertanya apakah dia bisa pindah ke luar kota. Mendengar itu ibunya kaget dan memandang Ridho dengan penuh kasih.
“kamu ada masalah Ridho, tiab-tiba pulang cepat dan langsung mau pindah sekolah. Kamu berkelahi di sekolah? Tanya ibunya khawatir. “enggak Ma, aku da jenuh aj sekolah di sana. Jawabnya serius. Mama ga percaya, baru tadi pagi kamu semangat ke sekolah, eh sekarang kamu mau pindah, sebentar lagikan kamu UN, mana bisa sembarangan pindah sekolah. Justru karena sebentar lagi mau UN, aku sudah jenuh sekolah di sana, aku tidak semangat lagi belajar. Ya ma, bujuk Ridho. “Nanti mama diskusikan dulu ma papa kamu, tapi mama masih belum bisa terima alasanmu” Pasti terjadi sesuatu di sekolah, selidik mamanya. Ah mama ni lah, kalau ga percaya tanya aja Ms. Tina kalau ga percaya. Kalau bisa hari Senin aku da pindah ya ma, ke luar kota. Kalau enggak, aku mau ke Medan aja, sama tante Desy. Ok ma, aku mau masuk dulu, mau selesaikan tugas untuk besok biar besok berakhir dengan bahagia.
Di kamar, Ridho duduk termenung. Dia tidak sadar kapan tepatnya mulai mencintai Vinka.
“Jadi, selama ini rasa yang kumiliki tidak tulus sebagai sahabat? Kenapa hatiku begitu sakit saat aku tau dia menyukai pria lain. Apakah aku sudah mencintainyaa begitu dalam? Bagaimana aku bisa melihat mereka berdua selalu bersama? Sampai kapan aku bisa membohongi perasaanku di hadapnnya? Kenapa aku baru sadar sekarang? Sekarang sudah terlambat bagiku, aku tidak sanggup lagi terus di sekolah itu. Pokoknya aku harus pindah, aku harus bisa meyakinkan mama dan papa. Harus!!!” Gumannya .
Dia mengeluarkan bukunya, dia ingat ada tugas Bahasa Indonesia menulis puisi bebas. Diapun mulai menulis sambil diiringi lagu Arilasso “Patah hati”.
Pria Bodoh
Dia pergi membawa cinta
Cinta yang baru saja dia sadari
Walau datangnya sudah lama
Namun baru dia menyadari
Kenapa dia tidak menyadari sejak dulu
Kalaulah waktu dapat diputar kembali
Dia lebih memilih menjadi kekasihmu
Dibandingkan menjadi sahabat sejati
Tapi dia tidak tahu kapan dia jatuh cinta
sejak kapan persahabatan itu berubah menjadi cinta
Yang dia tau hanyalah rasa sakit dan kehilangan
Saat sahabatnya menerima cinta pria lain
Disaat hati terbakar cemburu
bibir harus tersenyum bahagia
Apa daya
Dia tidak lebih dari seorang sahabat
Dia memang pria bodoh menurutmu
Sekaligus sahabat yang menyedihkan
Pria itu adalah aku Vinka
Yang mencintai sahabatnya yaitu kamu
Pria yang memilih pergi membawa cinta dan kekecewaan
Ridho menutup bukunya dan merebahkan badannya di tempat tidur, pikirannya masih tertuju kepada Vinka. “Mungkin mereka sudah jadian sekarang” pikirnya.
Akhirnya Ridho berhasil membujuk orang tuanya dan dengan cepat orang tuanya mengurus surat pindah Ridho.
“Dho, aku ihat tante ma Om ada di depan, kirain permisikan kamu. Btw, kenapa kamu kemaren izin pulang? Kamu sakit ya?” tanya Vinka penasaran. “enggak ko, kemaren hanya pening sedikit, mama dan papa paling bayar uang sekolah. Jawab Ridho berbohong.
“Oke la kalau begitu, aku mau nyamperin Anggara dulu, ada hal yang mau aku kasi tau ma dia” pergi meninggalkan Ridho.
Ridho membalikkan badannya tidak mau melihat mereka duduk bersama, rasanya dia terbakar cemburu.
“Baiklah Ridho, hanya hari ini, senyum, dan senyum, jangan sampai Vinka tau perasaanmu yan sebenarnya” Ridho berbicara sendiri.
Akhirnya pelajaran pertama di mulai, Bahasa Indonesia. Ms, Nengsi masuk dan menyuruh siswa mengumpul tugas menulis puisi.
semua siswa mengumpul termasu Ridho. Dia mengumpul puisi yang kemaren ditulisnya untuk Vinka.
“Baiklah anak-anak, sebelum kita melanjutkan pelajaran, ada yang mau membacakan puisinya di depan kelas? Tanya Ms. Nengsi.
“saya Ms, jawab Vinka sambil maju ke depan kelas.
Diapun membuka bukunya dan mulai membaca…
Persahabatan
Kebetulan…
Bertemu
Satu sekolah
Satu kelas
Berkenalan
Saling menyapa
Saling senyum
Berteman
Menjadi sahabat
Tertawa
Bertengkar
Berbaikan
Berbagi
Suka
Duka
Jatuh cinta
Berjanji tuk terus bersama
Masikah itu satu kebetulan?
Vinka selesai membaca puisinya dan sedikit tertunduk malu. Ridho yang mendengar puisi itu bingung, dia tidak yakin puisi itu ditujukan kepada siapa. Rasa sedih sudah mulai dia rasakan kala mengingat bahwa hari itu adalah hari terakhirnya di sekolah itu.
Bel pulang sekolah berbunyi, siswa berhamburan keluar kelas, kecuali Ridho dan Vinka.
“Dho, ke pantai yuk..” Ajak Vinka. “Aku mau bicara hal penting ma kamu. Mau ya?” ajak Vinka. “Maaf ya Dil, aku ada urusan, gimana kalau kamu ngomong di sini aja kan sama saja. Kalau enggak kamu pergi ma Anggara aja. Oke? Jawab Ridho menolak. Ya udah, kapan-kapan aja, lagian hari ini aku melihat kamu beda dari hari biasanya, kamu lebih banyak diam, aku duluan ya. daaaaa!! Vinka meninggalkan Ridho di kelas. Selamat tinggal Vinka, maafkan aku pergi tanpa permisi aku tidak bisa melihatmu seiap hari bersama Anggara apa lagi mendengar curhatmu tentang dia.” Katanya pelan.
Hari itu, kelas digempakan oleh berita kepindahan Ridho yang mendadak. Semua tidak tau alasan kepindahan Ridho begitu juga dengan Vinka. Sekarang dia tau kenapa Papa dan mama Ridho datang ke sekolah.
“Ridho membohongi aku, kenapa dia tidak jujur padaku. Apa salahku padanya sehingga dia pindah tidak memberitahukannya padaku.. Apakah dia tidak menganggap aku sahabatnya?” Vinka menangis di kamar mandi. Ridho, apakah waktu 6 tahun yang kita lalui tidak berarti bagimu? Apa salahku padamu Ridho? Kau jahat Ridho.. sambil menangis terisak-isak. Bel masuk kelas berbunyi, Vinkapun menghapus air matanya dan masuk ke kelas. Saat itu pelajaran Bahasa Indonesia. Ms. Tina membagikan buku PR mereka karena Ridho sudah pindah, maka buku Pr nya diberikan kepada Vinka agar Vinka mengantarkannya ke rumah Ridho.
Sesudah bel pulang berbunyi Vinka melihat buku PR Ridho. Perlahan-lahan dia membuka buku PR Ridho dan mulai membaca puisi Ridho…
Pria Bodoh
Dia pergi memebawa cinta
Cinta yang baru saja dia sadari
Walau datangnya sudah lama
Namun baru dia menyadari
Kenapa dia tidak menyadari sejak dulu
Kalaulah waktu dapat diputar kembali
Dia lebih memilih menjadi kekasihmu
Dibandingkan menjadi sahabat sejati
Tapi dia tidak tahu kapan dia jatuh cinta
sejak kapan persahabatan itu berubah menjadi cinta
Yang dia tau hanyalah rasa sakit dan kehilangan
Saat sahabatnya menerima cinta pria lain
Disaat hati terbakar cemburu
bibir harus tersenyum bahagia
Apa daya
Dia tidak lebih dari seorang sahabat
Dia memang pria bodoh menurutmu
Sekaligus sahabat yang menyedihkan
Pria itu adalah aku
Yang mencintai sahabatnya
Pria yang memilih pergi membawa cinta dan kekecewaan
Ridho
14 Februari 2006
Tanpa disadari, air matanya mengalir deras. Tanpa berpikir panjang dia berlari meninggalkan kelas. Dia tidak peduli dengan air matanya yang terus menetes. “Ternyata kau pergi untuk menghindari aku, kau memang pria bodoh Ridho, jangan pergi dulu, tunggu aku,” gumannya sambil terus berlari menuju motornya. Dia langsung mengendarai motornya menuju rumah Ridho, perlahan-lahan di hapusnya air matanya yang terus membasahi pipinya.
Berselang beberapa menit, dia tiba di rumah Ridho, dia melihat rumah Ridho sangat sepi. Hanya ada tukang kebun dirumah. Tukang kebun itu berkata bahwa Ridho dan orang tuanya pergi ke luar kota tidak tau kemana pastinya. Mendengar itu duduk di depan pintu gerbang rumah Ridho dan menangis sejadi-jadinya. Sekarang dia menyadari bahwa ucapan Ridho di kantin tidak bercanda melainkan sungguh-sungguh dan yang paling membuat dia sedih bahwa Ridho pergi untuk menghindarinya.
“Dasar pria bodoh” makinya pelan.
………………..
Tiba-tiba bunyi HP nya menyadarkan Ridho dari lamunannya.
Dengan malas dia mengangkat HP nya.
“Halo San!”
“Halo Do, kenapa kamu tiba-tiba pergi? Dokter Iksan dari tadi mencarimu.”
Terus, kamu bilang apa?
Aku bilang saja tiba-tiba kamu sakit perut dan ke kamar mandi, dokter Iksan sepertinya marah karena dia merasa kamu tidak bertanggung jawab. Di hari pertama kamu prektek kamu sudah buat masalah. Aku sarani kamu kmbali ke RS kalau tidak mau mendapat masalah yang lebih parah. Ok”
baiklah San, thx ya.” Jawab ridho sembari menutup telepon.
Bagaimana mungkin aku kembali ke sana. Gumannya. Kenapa Vinka ada di RS ini? Kenapa dia memakai pakaian perawat? Apa mungkin dia perawat di RS ini? Kenapa semua serba kebetulan? Aku belum sanggup bertemu dengannya. Aku malu dengan kejadian 5 tahun yang lalu. Walaupun di sisi lain aku bahagia bisa bertemu kembali dengannya. Aku sadar bahwa sampai saat ini perasaan itu tidak berubah sedikitpun. Tapi aku harus berkata apa ketika bertemu dengannya?
Baiklah, aku tidak mau selamnya menjadi pria bodoh, aku harus menghadapinya. Lagian, dia kan tidak tau perasaanku padanya. Yang dia tau aku hanyalah sahabat yang pergi tanpa pesan. Baiklah” Ridho pun kembali ke RS dan segera menemui dokter Iksan dan meminta maaf karena pergi terlalu lama. Beruntung dokter Iksan memaafkannya.
Keluar dari rungan dokter Iksan dia menabrak seorang perawat yang membawa catatan medis pasien yang berserakan di lantai karen ditabraknya. “Maaf, aku tidak sengaja” ridho meminta maaf sambil membereskan kertas yang berantakan di lantai. Perawat yang di tabraknya tadi hanya dim membisu memandanginya. Dia tidak tau mau berkata apa. Ini berkas kamu, ma… kata-katanya terpustus saat melhat wajah perawat itu. Vinka… sapanya. Vinka merebut catatan medis yang di pungut Ridho dan segera mauk ke kantor Dr. Iksan. Ingin rasanya dia memukul pria yang menabraknya, memakinya dan dia juga ingin memeluknya. Tapi tak satupun dia lakukan.
Ridho masih menunggu Vinka keluar dari ruangan Dr. Iksan. Dia berusaha merangkai kata-kata yang akan di ucapkannya saat Vinka keluar dari ruangan. “apa kabar Vinka, kamu makin cantik memakai baju perawat. Ah terlalu kampungan.. gumannya. Hay Vinka, lama tak bertemu, gimana kabarmu dan hubunganmu dengan Anggara? Hmmm, terlalu lantang gumannya lagi.
Akhirnya Vinka keluar dari ruangan Dr. Iksan. Vinka, panggil Ridho. DVinka tidak menyahut, dia terus berjalan meninggalkan Ridho. Dia masih tidak tau apa yang harus dia lakukan. Vinka… Ridho mengejar Vinka, Kamu Vinka kan? Teman satu SMA ku? Vinka, aku Rangga. Rangga sahabatmu? Masih ingatkan? Tanyanya. Rangga yang mana ya? Aku tidak punya teman yang namanya Rangga, apalagi sahabat. Dulu sih ada tapi dia sudah mati.
Vinka, aku memang slah, maafkan aku ya. Kata Rangga pelan. Maaf ya pak, saya tidak kenal anda dan anda tidakusah minta maaf pada saya. Maaf saya buru-buru banyak kerjaan. Permisi. Vinka pergi menjauhi Ridho, tak terasa air matanya menetes lagi.
Kenapa aku berkata seperti itu, kenapa aku lari.. Plisss Vinka, bukankah kamu sudah lama berdoa agar kamu bisa bertemu lagi dengan Ridho? Kenapa ketika bertemu kamu bilang dia sudah mati. Dasar Vinka bodoh,” Vinka menyesali perbuatannya.
Ridho yang ditinggalkan Vinka hanya terdiam lesu. Dia sangat terpukul mendengar perkataan Vinka. Apakah aku sudah sangat kelewatan pada Vinka? Mengapa dia begitu marah padaku. Apakah karena aku tidak memberitahukan kemana aku pergi?” baiklah, aku akan mencobanya besok.
Hari itu Ridho berdandan sangat rapi. Dia akan menemui Vinka lagi . Tapi sudah setengah hari dia mencari di RS tapi dia tidak kunjung mnemukan Vinka. Akhirnya dia bertanya pada salah seorang suster. Akhinya dia tahu bahwa Vinka tidak masuk karena sakit. Mendengar Vinka sakit, Ridho langsung khawatir dan meminta alamat Vinka kepada perawat tersebut.
Sepulang praktik, dia lagsung bergegas ke rumah Vinka. Ridho mengetuk pintu berulang–ulang. Vinka yang sedang duduk di kamar membaca sebuah buku mendengar pintunya di ketuk. Diapun menuju pintu dan dilihatnya dari jendela bahwa yang datang adalah Ridho.
Vinka ragu membuka pintu, Ridho yang sudah melihat Vinka di dalam menyuruh Vinka membuka pintu tersebut.
“Vinka buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku tau kamu tidak skait. Kamu hanya ingin menghindariku kan? Ayo buka pintunya aku mau bicara”
“Aku tidak menerima tamu aku mau istirahat. Pergilah… aku tidak akan membuka pintu. “Vinka, aku akan menunggu disini sampai kamu membuka pintu. “Terserah” Jawab Vinka kesal.
Ridho duduk di depan pintu rumah Vinka. “Vinka, aku tau kamu masih di situ, sahutnya. Kalau aku slah tolong beri tau aku apa salahku. Apakah kita tidak bisa menjadi sahabat lagi? Tanyanya. Dia tidak mendengar jawaban. Beberapa jam menunggau Vinka tidak keluar juga. Vinka yang dari tadi membaca buku yang sudah mulai usang hanya menangis. Aku harus mulai dari mana Ridho, bisiknya pelan. Apakah perasaanmu masih sama seperti yang ada di buku ini? Bagaimana kalau perasaanmu sudah brubah? Bagaimana dengan diriku?
Empat jam berlalu, dia tidak mendengar suara dari luar. Mungkin dia sudah pergi Pikir Vinka. Vinka perlahan-lahan membuka pintu dan alangkah terkejutnya saat dia melihat Ridho pingsan di depan pintu.
“Ridho, bangun… jangan bercanda! Ridho bangun.! Kalau kamu tidak bangun aku tidak akan pernah memafkanmu..” Ridho masih tidak bangun. Akhirnya Vinka menarik badan Ridho ke dalam rumah dan mengoleskan minyak wangi ke hidungnya.
Ridho, bangun! Kenapa kamu selalu membuatku menangis. Kamu tau sudaj 6 tahun aku selalu berdoa agar aku bisa bertemu denganmu. Tapi kenapa semua jadi bengini… Ridho, bangun Ridho. Aku ga mau kehilangan kamu lagi.. Vinka mulai mnangis.
Mendengar Vinka menangis akhirnya Ridho membuka matanya. 2-0 katanya. Kamu tertipu lagi… hahahhaha… pake nangis lagi. Sudah dong Vinka. Sadar Ridho hanya pura-pura pingsan Vinka sangat malu bercampur marah. “Pergi kamu dari rumahku.. dan jangan datang lagi bentak Vinka. Melihat Vinka marah Ridho hanya tersenyum. “Kenapa kamu tersenyum, pergi sana.. aku tigak mau melhat wajahmu lagi. Bentak Vinka. Maaf Vinka, aku hanya bercanda, lagian siapa tadi yang nangis sambil bilang kalau sudah 6 tahun terus berdoa agar bisa bertemu denganku dan tidak mau kehilangan aku lagi.
Mendengar perkataan Ridho, akhirnya Vinka duduk di depan Ridho. Ridho, aku berteman sangat lama denganmu, namun aku tidak tau sedikitpu isi pikiranmu, Vinka mulai serius. Knapa kamu pergi? Aku mau mendengar jawabanmu!
“Aku pergi karena sudah jenuh sekolah disana.’ Jawabnya. Kenapa Kmu tidak mengatakannya padaku? Kamu tidak menganggap aku sahabatmu? Maaf Dil, bukan begitu, aku takut kalau aku bilang kamu tidak akan menigjinkanku pergi. Benarkah begitu? Tanya Vinka. “Ya begitulah” terus kenapa kamu bilang 2-0? Oh, dulu kalau kamu ingat waktu di kantin aku juga pernah membohongimu, masih ingat? Tanya Riho. Mebohongiku atau membohongi perasaanmu? Tanya Vinka. Mendengar perkaaan Vinka Ridhopun mulai heran, kenapa Vinka berkata demikian. Kamu ingat Ridho, di hari terakhir kita bertemu aku mengajakmu ka pantai? Ya, aku ingat jawab Ridho. Saat itu aku ingin curhat tentang hubunganku dengan Anggara” Ya aku tau jawab Ridho spontan. Kamu tidak tau Dho, apa kamu tau kalau aku tidak menerima cinta Anggara? “Apa? Tanya Ridho kaget. Benarkan kamu tidak tau, kamu memang bodoh.. Aku pikir hari itu kamu sudah menerima dia..
“Tidak Dho, setelah kupertimbangkan perasaanku padanya bukanlah cinta, melainkan hanya rasa kagum. Aku berpikir saat itu aku sudah jatuh cinta pada pria lain, tapi aku sangat lambat menyadarinya..
“Siapa? Tanya Ridho penasaran…
Pria Bodoh
Dia pergi memebawa cinta
Cinta yang baru saja dia sadari
Walau datangnya sudah lama
Namun baru dia menyadari
Kenapa dia tidak menyadari sejak dulu
Kalaulah waktu dapat diputar kembali
Dia lebih memilih menjadi kekasihmu
Dibandingkan menjadi sahabat sejati
Tapi dia tidak tahu kapan dia jatuh cinta
sejak kapan persahabatan itu berubah menjadi cinta
Yang dia tau hanyalah rasa sakit dan kehilangan
Saat sahabatnya menerima cinta pria lain
Disaa hati terbakar cemburu
bibir harus tersenyum bahagia
Apa daya
Dia tidak lebih dari seorang sahabat
Dia memang pria bodoh menurutmu
Sekaligus sahabat yang menyedihkan
Pria itu adalah aku
Yang mencintai sahabatnya
Pria yang memilih pergi membawa cinta dan kekecewaan
Vinka mengucapkan puisi Ridho sambil menangis, aku menyadarinya setelah aku tau kamu pergi. Sambil menyerahkan buku PR Ridho. Buku ini, guman Ridho.. Aku berusaha mengejarmu ke rumahmu, tapi sudah terlambat. Seterlambat aku menyadari perasaanku. Dua orang sahabat yang bodoh yang saling mencintai.
“Vinka” Stop, Ridho menghentikan ucapan Vinka, aku belum selesai bicara. Kamu inagt puisi yang aku bacakan? Kamu tau puisi itu untuk siapa? Puisi itu untukmu bodoh…
Bukankah kamu sahabatku? Tapi kamu juga tidak menyadarinyakan?
Aku tidak tau apakah perasaanmu masih sama.. Vinka menghentikan ucapannya.
Vinka aku pikir puisi itu untuk Anggara. Aku memang bodoh… terlalu kekanak-kanakan…
“Vinka, aku tau sudah sangat terlambat…
Tapi, maukah kamu menjadi kekasihku?
Maaf Ridho, aku tidak bisa?
kenapa Vinka, kamu tidak mencintaiku lagi? Atau kamu sudah punya kekasih lain?
“Ridho, aku tidak bisa menolakmu, kau terlalu berharga untuk ku tolak.. akhirnya Vinka tersenyum dan memeluk Ridho.
Sahabat, aku cinta.

Tamat….